STRUKTUR
PENGETAHUAN ILMIAH
MAKALAH
Dibuat
Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Mata
Kuliah: Filsafat Ilmu
Semester
: IV Karyawan
Dosen
: Abdul Malik S.Ag M.MPd
Disusun Oleh Klompok VII:
·
Ali Mubarok
·
Dini
Halimatussa’diyah
·
Sufirman
·
Dewi Rizki
Saputri
·
Vini Agustiani
·
Windi Anggraeni
FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
SUKABUMI
2015/1437
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Filsafat
seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk semang dari ilmu-ilmu.
Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas
dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat
telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga
membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena
kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari
batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti
metodologinya sendiri-sendiri.
Perkembangan
ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru
dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai
suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan
yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok
ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.
Dalam kajian
sejarah dapat dijelaskan bahwa perjalanan manusia telah mengantarkan dalam
berbagai fase kehidupan. Sejak zaman kuno pertengahan dan modern sekarang ini,
telah melahirkan sebuah cara pandang terhadap gejala alam dengan berbagai
variasinya. Proses perkembangan dari berbagai fase kehidupan primitip–klasik
dan kuno menuju manusia modern telah melahirkan lompatan pergeseran yang sangat
signifikan pada masing-masing zaman.
Disinilah
pemikiran filosofis telah mengantarkan umat manusia dari mitologi oriented pada
satu arah menuju pola pikir ilmiah Oriented, perubahan dari pola pikir
mitosentris ke logosentris dalam berbagai segmentasi kehidupan.
Corak dari
pemikiran bersifat mitologis (keteranganya didasarkan atas mitos dan
kepercayaan saja) terjadi pada dekade awal sejarah manusia. Namun setelah
adanya demitologisasi oleh para pemikir alam seperti Thales (624-548 SM),
Anaximenes (590-528 SM), Phitagoras (532 SM), Heraklitos (535-475 SM),
Parminides (540-475 SM) serta banyak lagi pemikir lainnya, maka pemikiran
filsafat berkembang secara cepat kearah kemegahannya diikuti oleh proses
demitologisasi menuju gerakan logosentrisme. Demitologisasi tersebut disebabkan
oleh arus besar gerakan rasionalisme, empirisme dan positivisme yang dipelopori
oleh para pakar dan pemikir kontemporer yang akhirnya mengantarkan kehidupan
manusia pada tataran era modernitas yang berbasis pada pengetahuan ilmiah.
Pengetahuan
Filsafat biasanya berkenaan dengan hakikat sesuatu (transenden) sehingga kadang
perbincangannya seputar hal-hal yang abstrak terhadap bangunan sebuah
pengetahuan. Objek pembahasannya selalu mengedepanan aspek ontologi,
epistimologi dan aksiologi. Filsafat pengetahuan (Epistemologi) merupakan salah
satu cabang filsafat yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat yang membicarakan tentang
terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas,
sifat-sifat dan kesahihan pengetahuan.
Objek material epistemologi adalah pengetahuan dan Objek formal epistemologi adalah hakekat pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan?
2.
Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar?
3.
Bagimana
stuktur pengetahuan secara ilmiah?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui proses dalam memperoleh pengetahuan?
2.
Untuk
mengetahui hal-hal apa yang harus dilakukan untuk memperoleh pengetahuan
yang benar?
3.
Untuk
mengetahui stuktur pengetahuan secara ilmiah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Epistimologi
1. Definisi Epistimologi
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme
berarti pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran,
kata atau teori. Dengan demikian epistemologi
dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan.
Epistemologi dapat juga diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar (theory
of knowledges). Istilah epistemologi dipakai pertama kali oleh J.F.
Feriere untuk membedakannya dengan cabang filsafat lain yaitu ontologi
(metafisika umum).
Filsafat pengetahuan (Epistemologi) merupakan salah satu cabang filsafat
yang mempersoalkan mengenai masalah hakikat pengetahuan. Epistemologi merupakan
bagian dari filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-, batas, sifat-sifat dan kesahihan pengetahuan. Objek material
epistemologi adalah pengetahuan dan Objek formal
epistemologi adalah hakekat pengetahuan.
Epistemologi
bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat
nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum(obyek).
Atau dengan kata lain, epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti
asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat, dan bagaimana memperoleh pengetahuan
menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat. Dengan
pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan, bahkan
menentukan kebenaran, mengenai hal yang dianggap patut diterima dan apa yang
patut ditolak.
2. Aliran-aliran dalam Epistimologi
Berikut
adalah aliran-aliran dalam epistemologis, yaitu:
a. Rasionalisme
Aliran ini
berpendapat semua pengetahuan bersumber dari akal pikiran atau ratio. Tokohnya
antara lain: Rene Descrates (1596 – 1650), yang membedakan adanya
tiga idea, yaitu: innate ideas (idea bawaan), yaitu sejak manusia
lahir,adventitinous ideas, yaitu idea yang berasal dari luar manusia, dan
faktitinousideas, yaitu idea yang dihasilkan oleh pikiran itu sendiri. Tokoh
lain yaitu: Spinoza(1632-1677), Leibniz (1666-1716).
b. Empirisme
Aliran ini
berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengalaman
indera. Indera memperoleh pengalaman (kesan-kesan) dari alamempiris,
selanjutnya kesan-kesan tersebut terkumpul dalam diri manusia
menjadipengalaman. Tokohnya antara lain:
1)
John Locke
(1632-1704), berpendapat bahwa pengalaman dapat dibedakanmenjadi dua macam
yaitu: (a) pengalaman luar (sensation), yaitu pengalaman yang diperoleh dari
luar, dan (b) pengalaman dalam, batin(reflexion). Kedua pengalaman tersebut
merupakan idea yang sederhana yang kemudian dengan proses asosiasi membentuk
idea yang lebihkompleks.
2)
David Hume
(1711-1776), yang meneruskan tradisi empirisme. Humeberpendapat bahw ide yang
sederhana adalah salinan (copy) dari sensasi-sensasi sederhana atau
ide –ide yang kompleks dibentuk dari kombinasi ide-ide sederhana atau
kesan–kesan yang kompleks. Aliran ini kemudian berkembang dan mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada
abad 19 dan 20.
c. Realisme
Realisme
merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa obyek-obyek yang kita
serap lewat indera adalah nyata dalam diri obyek tersebut. Obyek-obyektersebut
tidak tergantung pada subjek yang mengetahui atau dengan kata lain tidak
tergantung pada pikiran subjek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi,
tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dunia telah
ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah pikiran berhenti
menyadari. Tokoh aliran ini antara lain: Aristoteles (384-322 SM),
menurut Aristoteles, realitas berada dalam benda-benda kongkrit atau dalam
proses-proses perkembangannya. Dunia yang nyata adalah dunia yang kita cerap.
Bentuk (form) atau idea atau prinsip keteraturan dan materi tidak dapat
dipisahkan. Kemudian aliran ini terus berkembang menjadi aliran realisme baru
dengan tokoh George Edward Moore, Bertrand Russell, sebagai reaksi terhadap
aliran idealisme, subjektivisme dan absolutisme. Menurut realisme baru :
eksistensi obyek tidak tergantung pada diketahuinya obyek tersebut.
d. Kritisisme
Kritisisme
menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang
meliputi indera dan pengalaman). Kemudian akal akan menempatkan, mengatur, dan
menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu.
Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukannya. Tokoh aliran ini adalah Immanuel Kant (1724-1804). Kant mensintesakan
antara rasionalisme dan empirisme.
e.
Positivisme
Tokoh aliran
ini diantaranya adalah August Comte, yang memiliki pandangan sejarah
perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap,
yaitu:
1)
Tahap
Theologis, yaitu manusia masih percaya pengetahuan ataupengenalan yang mutlak.
Manusia pada tahap ini masih dikuasai oleh tahyul-tahyul sehingga subjek dengan
obyek tidak dibedakan.
2)
Tahap
Metafisis, yaitu pemikiran manusia berusaha memahami danmemikirkan kenyataan
akan tetapi belum mampu membuktikan denganfakta.
3)
Tahap
Positif, yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukanhukum-hukum dan
saling hubungan lewat fakta. Maka pada tahap inipengetahuan manusia dapat
berkembang dan dibuktikan lewat fakta (HarunH, 1983: 110 dibandingkan dgn Ali
Mudhofir, 1985: 52, dlm Kaelan, 1991: 30).
f. Skeptisisme
Menyatakan
bahwa pencerapan indera adalah bersifat menipu atau menyesatkan. Namun pada
zaman modern berkembang menjadi skeptisisme medotis (sistematis) yang
mensyaratkan adanya bukti sebelum suatu pengalamandiakui benar. Tokoh
skeptisisme adalah Rene Descrates (1596-1650).
g. Pragmatisme
Aliran ini
tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan tentang
pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut. Dengan kata
lain kebenaran pengetahuan hendaklah dikaitkan dengan manfaat dan sebagai
sarana bagi suatu perbuatan. Tokoh aliran ini, antara lain: C.S Pierce (1839-
1914), menyatakan bahwa yang terpenting adalah manfaat apa (pengaruh apa) yang
dapat dilakukan suatu pengetahuan dalam suatu rencana. Pengetahuan kita
mengenai sesuatu hal tidak lain merupakan gambaranyang kita peroleh mengenai
akibat yang dapat kita saksikan. (Ali Mudhofir, 1985:53, dalam Kaelan 1991:
30). Tokoh lain adalah William James (1824-1910, dalam Kaelan 1991: 30),
menyatakan bahwa ukuran kebenaran sesuatu hal adalah ditentukan oleh akibat
praktisnya.
B. Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Para ahli
hingga kini masih memperdebatkan definisi pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan
oleh Plato yang menyatakan Pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang
dibenarkan (valid)” (“justified true belief”). Menurut Notoatmodjo
(2003), pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui
berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai
faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang
tersedia serta keadaan sosial budaya. Secara garis besar menurut Notoatmodjo
(2005) domain tingkat pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan,
meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan
mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu
yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi yang
diterima dari orang lain.
Berdasarkan
uraian-uraian di atas, maka dapat kita definisikan bahwa; Pengetahuan merupakan
Hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari
tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai
metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui
pengalaman.
2. Dasar-dasar
Pengetahuan
Pengetahuan,
merupakan segenap apa yang kita ketahui pada suatu obyek Ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan disamping pengetahuanØtertentu. Khazanah kekayaan mental yang secaraØlain
misalnya seni, agama dan lain-lain. Langsung atau tidak Ilmu mencobaØlangsung
turut memperkaya kehidupan. Menaksirkan gejala alam dengan mencoba mencari
penjelasan tentang Ilmu. Ilmu mempunyai
2 buah peran; metafisika dan akalØberbagai kejadian sehat yang
terdidik (educated common sense). Dasar-dasar pengetahuan meliputi:
a. Pengalaman, segala
sesuatu yang terjadi kepada manusia sebagai hasil interaksinya dengan alam
nyata dan alam gaib(tak terlihat) atau dalam istilah agama disebut juga
pengalaman spiritual.
b. Memori, merupakan
kelanjutan dari pengetahuan, sebab ingatan merupakan hasil dari pengalaman.
c. Kesaksian, berfungsi
untuk menguatkan atau meneguhkan suatu
informasi dari para ahli yang memiliki otaritas dibidangnya untuk menentukan
salah atau benar informasi yang dimaksud.
d. Rasa Ingin Tahu, pengalaman
yang menjadi pengetahuan seringkali berawal dari rasa ingi tahu seseorang
terhadap sesuatu sehingga ia akan menyelidiki pengalamannya baik dengan
bertanya atau cara lain untuk memberi jawaban atas rasa ingin tahunya.
e. Logika,
pertimbangan akal pikiran agar dapat berpikir secara lurus, tepat, dan
sistematis, kemudian disampaikan dalam bahasa lisan atau tertulis.
f. Bahasa, penalaran
tanpa kemampuan berbahasa adalah penalaran yang antiklimaks, karena bahasa
merupakan alat untuk menerjemahkan penalaran.
g. Kebutuhan Hidup, semakin
manusia membutuhkan sesuatu semakin kreatif manusia tersebut untuk mendapatkan
apa yang diinginkannya.
3. Sumber Pengetahuan
Ada beberapa
pendapat tentang sumber pengetahuan, diantaranya:
a. Empirisme , menurut
aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman (empereikos =
pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui (subjek),
yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang terkenal:
John Locke (1632 – 1704), George Barkeley(1685 -1753) dan David Hume.
b. Rasionalisme, Aliran ini
menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian dan kebenaran
pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya adalah Rene
Descartes (1596 – 1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) dan Gottried Leibniz (1646
–1716).
c. Intuisi, dengan
intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses
penalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil dari
evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal. Berdasarkan Kamus
Bahasa Indonesia intuisi merupakan kemampuan untuk mengetahui atau memahami
sesuatu tanpa dipikirkan atau dipelajari; bisikan hati.
d. Wahyu,
pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hamba-Nya yang terpilih untuk
menyampaikannya( Nabi dan Rosul). Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan
tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau
olehmanusia. ¢ Menurut
KBBI wahyu merupakan petunjuk dari Allah yg diturunkan hanya kepada para nabi
dan rasul melalui mimpi dsb.
4. Proses Memperoleh Pengetahuan
Proses
terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam epistemologi
karena jawaban terhadap terjadinya pengetahuan akan membuat seseorang paham
filsafatnya. Terjadinya pengetahuan dapat bersifat:
1. a priori yang berarti pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman,
baik pengalaman indera maupun pengalaman batin.
2. a posteriori pengetahuan yang terjadi
karena adanya pengalaman.
Dengan
demikian pengetahuan ini bertumpu pada kenyataan objektif.
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan menurut John Hospes, yaitu:
Ada enam hal yang merupakan alat untuk mengetahui proses terjadinya pengetahuan menurut John Hospes, yaitu:
a. Pengalaman Indera (Sense Experience)
Dalam
filsafat, paham yang menekankan pada kenyataan disebut realisme, yaitu paham
yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui adalah hanya kenyataan. Jadi
ilmu berawal mula dari kenyataan yang dalam diserap oleh indera. Aristoteles
adalah tokoh yang pertama mengemukakan pandangan ini, yang berpendapat bahwa
ilmu terjadi bila subjek diubah dibawah pengaruh objek. Objek masuk dalam diri
subjek melalui persepsi indera (sensasi).
b. Nalar (Reason)
Nalar adalah
salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan
maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru.
c. Otoritas (Authority)
Otoritas
adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh
kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber ilmu karena kelompoknya
memiliki pengetahuan melalui seseorang yang memiliki kewibawaan dalam
pengetahuannya. Jadi ilmu pengetahuan yang terjadi karena adanya otoritas
adalah ilmu yang terjadi melalui wibawa seseorang hingga orang lain mempunyai
pengetahuan.
d. Intuisi (Intuition)
Intuisi
adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang berupa proses kejiwaan tanpa
suatu rangsangan atau stimulus yang mampu membuat pernyataan yang berupa ilmu.
Karena ilmu yang diperoleh melalui intuisi muncul tanpa adanya pengetahuan
lebih dahulu, maka tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan.
e. Wahyu (Revelation)
Wahyu adalah
berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada nabi-Nya untuk kepentingan umatnya.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan
melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber
pengetahuan, karena manusia mengenal sesuatu melalui kepercayaannya.
f. Keyakinan (Faith)
Keyakinan
adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui
kepercayaan. Sesungguhnya antara wahyu dan keyakinan hampir tidak dapat
dibedakan karena keduanya menggunakan kepercayaan, perbedaannya adalah bahwa
keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatic diikutinya adalah peraturan
berupa agama, sedang keyakinan adalah kemampuan jiwa manusia yang merupakan
pematangan (maturation) dari kepercayaan.
5. Jenis-jenis Pengetahuan
Menurut
Burhanuddin Salam (1983), pengetahuan dibagi menjadi 4 yaitu:
a. Pengetahuan biasa (common
sense), yaitu pengetahuan yang diperoleh dari
pengalaman sehari-hari melalui inderawi.
b. Pengetahuan ilmu atau ilmu, merupakan
usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu
pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan
seksama dengan menggunakan berbagai metode.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara kontemplatif dan spekulatif yang
menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
d. Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat rasul-Nya dan diyakini
kebenarannya.
Menurut Soemargono (1983), pengetahuan dibagi menjadi:
a. Pengetahuan non ilmiah, yaitu pengetahuan yang
diperoleh dengan cara-cara yang tidak termasuk ilmiah. Biasanya berupa pengetahuan yang diperoleh
dari alat panca indra, atau pengembangan dari pemikiran, atau dari intuisi.
b. Pengetahuan ilmiah, biasanya disebut ilmu yang
merupakan hasil pemahaman manusia dengan menggunakan metode ilmiah.
Sedangkan
Aristoteles membagi pengetahuan menjadi 3 yaitu:
a. Pengetahuan produksi (seni)
b. Pengetahuan praktis (etika, ekonomi, politik)
c. Pengetahuan teoritis (fisika, matematika dan metafisika)
Pengetahuan
biasa merupakan pengetahuan yang digunakan terutama untuk kehidupan
sehari-hari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan
seluas-luasnya. Seorang yang dulunya belum tahu tentang cara belajar melalui
e-learning pendidikan, dan setelah melalui suatu proses seseorang tahu tentang
e-learning pendidikan, maka orang tersebut disebut memiliki pengetahuan biasa.
Dalam bahasa lain disebut sebagai pengetahuan yang dimiliki dengan kadar
sekedar tahu. Memenuhi faktor ketidak tahuannya.
Pengetahuan
ilmiah atau Ilmu, diperoleh dengan cara khusus, bukan hanya untuk digunakan
saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas mengetahui kebenarannya,
tetapi masih berkisar pada pengalaman. Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science)
pada dasarnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan
common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu
pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode.
Dari
pengetahuan tentang e-learning pendidikan yang sekedar tahu, kemudian
menggunakan beberapa langkah dan metode yang jelas untuk mengetahui lebih dari
sekedar tahu, dan dilakukan secara sistematismaka orang yang mengetahui dan
memahami secara mendalam tentang e-learning pendidikan disebut sebagai
pengetahuan ilmiah tentang e-learning.
Dalam
batasan ini, seseorang yang memiliki pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan,
maka semua proses yang dilewatinya jika dilakukan oleh orang lain akan memiliki
pengetahuan yang sama dengan yang dimilikinya.(Syarat Ilmiah). Sebagian yang
mendefinisikan pengetahuan sebagai sebuah ilmu. Ilmu merupakan suatu
metode berfikir secara objektif yang bertujuan untuk menggambarkan dan memberi
makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi, eksperimen dan klasifikasi.
Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta, menyampingkan sifat
kedirian, mengutamakan pemikiran logik dan netral.
Pengetahuan
filsafat, pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang dicari adalah
sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas pengalaman
biasa. Pengetahuan Filsafat biasanya berkenaan dengan hakikat sesuatu
(transenden) sehingga kadang perbincangannya seputar hal-hal yang abstrak
terhadap bangunan sebuah pengetahuan. Objek pembahasannya selalu mengedepanan
aspek ontologi, epistimologi dan aksiologi.
6. Karakteristik
Pengetahuan
Seperti pada
pembahasan sebelumnya bahwa ilmu pengetahuan berasal dari rasa ingin tahu yang
kemudian dibuktikan dan diuji oleh orang lain. Namun, tidak semua pengetahuan
dinamakan ilmu. Pengetahuan yang diangkat sebagai ilmu mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut.
a. Rasional
Ilmu
pengetahuan didasarkan atas kegiatan berpikir secara logis dengan menggunakan
rasa (nalar) dan hasilnya dapat diterima oleh nalar manusia.
b. Objektif
Kebenaran
yang dihasilkan suatu ilmu merupakan kebenaran pengetahuan yang jujur, apa
adanya sesuai dengan kenyataan objeknya, serta tidak tergantung pada suasana
hati, prasangka, atau pertimbangan nilai pribadi. Objek dan metode ilmu
tersebut dapat dipelajari dan diikuti secara umum. Kebenaran itu dapat
diselidiki dan dibenarkan oleh ahli lain dalam bidang ilmu tersebut melalui
pengujian secara terbuka yang dilakukan dari pengamatan dan penalaran
fenomena.
c. Akumulatif
Ilmu
dibentuk dengan dasar teori lama yang disempurnakan, ditambah, dan diperbaiki
sehingga semakin sempurna. Ilmu yang dikenal sekarang merupakan kelanjutan dari
ilmu yang dikembangkan sebelumnya. Oleh karenanya, ilmu pengetahuan bersifat
relatif dan temporal, tidak pernah mutlak dan final. Dengan demikian, ilmu
pengetahuan bersifat dinamis dan terbuka.
d. Empiris
Kesimpulan
yang diambil harus dapat dibuktikan melalui pemeriksaan dan pembuktian pancaindra,
serta dapat diuji kebenarannya dengan fakta. Hal ini yang membedakan antara
ilmu pengetahuan dengan agama.
e. Andal dan Dirancang
Ilmu
pengetahuan dapat diuji kembali secara terbuka menurut persyaratan dengan hasil
yang dapat diandalkan. Selain itu, ilmu pengetahuan dikembangkan menurut suatu
rancangan yang menerapkan metode ilmiah.
7. Kebenaran Pengetahuan
Pengetahuan
selama ini diperoleh dari proses bertanya dan selalu di tujukan untuk menemukan
kebenaran. Didalam filsafat ilmu, pengetahuan itu disebut pengetahuan yang
benar jika telah memenuhi beberapa kriteria kebenaran. Kriteria kebenaran
tersebut didasarkan pada beberapa teori antara lain :
a. Teori
Koherensi (Theory of Coherence)
Berdasarkan
teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut
kohoren dengan pengetahuan yang ada sebelumnya dan sudah dibuktikan
kebenarannya. Didalam pembelajaran matematika hal ini biasanya disebut dengan
sifat deduktif.
b. Teori Korespondensi (Theory of Corespondence)
Berdasarkan
teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar jika pengetahuan tersebut mempunyai
hubungan dengan suatu kenyataan yang memang benar. Teori ini didasarkan pada
fakta empiris sehingga pengetahuan tersebut benar apabila ada fakta-fakta yang
mendukung bahwa pengetahuan tersebut benar. Dengan demikian kebenaran disini
didasarkan pada kesimpulan induktif.
c. Teori Pragmatis (Theory of Pragmatism)
Menurut
teori ini, pengetahuan dikatakan benar apabila pengetahuan tersebut terlihat
secara praktis benar atau memiliki sifat kepraktisan yang benar. Pengikut teori
ini berpendapat bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai kegunaan yang
praktis.
8. Hakekat Pengetahuan
Maksud dari
pengetahuan (knowledge) adalah sesuatu yang hadir dan terwujud dalam jiwa dan
pikiran seseorang dikarenakan adanya reaksi, persentuhan, dan hubungan dengan
lingkungan dan alam sekitarnya. Pengetahuan ini meliputi emosi, tradisi,
keterampilan, informasi, akidah, dan pikiran-pikiran. Ada dua teori yang
digunakan untuk mengetahui hakekat pengetahuan:
1. Realisme,
teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme,
teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses mental/psikologis
yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif tentang
sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengalami dan mengetahuinya.
C. METODE ILMIAH
1. Definisi Metode Ilmiah
Kata metode
berasal dari kata Yunani methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui,
mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Kata methodos berarti:
penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, yaitu cara bertindak menurut sistem
aturan tertentu. Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses
keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti
fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya
untuk menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis
tersebut diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji
berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.
Metode
ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu,
dimana ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh lewat metode ilmiah. Metode
ilmiah merupakan ekspresi tentang cara bekerja pikiran yang diharapkan
mempunyai karakteristik tertentu berupa sifat rasional dan teruji sehingga ilmu
yang dihasilkan bisa diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba
menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif dalam membangun pengetahuan.
Teori ilmu
merupakan suatu penjelasan rasionil yang berkesuaian dengan objek yang
dijelaskannya, dengan didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
Secara sederhana maka, hal ini berarti bahwa semua teori ilmiah harus memenuhi
2 syarat utama yaitu:
a.
Harus konsisten dengan teori-teori sebelumnya yang memungkinkan
tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan secara keseluruhan.
b.
Harus cocok dengan fakta-fakta empiris, sebab
teori yang bagaimana pun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian
empiris tidak dapat diterima kebenarannya secara ilmiah.
2. Langkah-langkah
Metode Ilmiah
Pendekatan
rasional yang digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkah menuju dan
dapat menghasilkan pengetahuan inilah yang disebut metode ilmiah. Alur berpikir
yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah yang
mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang
berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari
langkah-langkah berikut:
a. Perumusan masalah
Merupakan
pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batasannya dan faktor yang terkait
dapat diidentifikasi.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis.
Merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai
faktor yang saling terkait dan membentuk konstelasi permasalahan, yang disusun
secara rasionil berdasarkan premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya.
c. Perumusan
hipotesis
Merupakan
jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan
dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d. Pengujian hipotesis
Merupakan
pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk
memperlihatkan adanya fakta pendukung hipotesis.
e. Penarikan kesimpulan
Merupakan
penilaian diterima atau tidaknya sebuah hipotesis. Hipotesis yang diterima
kemudian dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah karena telah memenuhi
persyaratan keilmuan, yaitu mempunyai kerangka kejelasan yang konsisten dengan
pengetahuan ilmiah sebelumnya dan telah teruji kebenarannya.
Keseluruhan
langkah tersebut harus ditempuh agar suatu penelaahan dapat disebut ilmiah.
Hubungan antara langkah yang satu dengan lainnya tidak terikat secara statis
melainkan bersifat dinamis dengan proses pengkajian ilmiah yang tidak semata
mengandalkan penalaran melainkan juga imajinasi dan kreativitas. Pentingnya
metode ilmiah bukan saja dalam proses penemuah ilmu pengetahuan, namun terlebih
lagi dalam mengkomunikasikan penemuan ilmiah tersebut kepada masyarakat
ilmuwan.
D. STRUKTUR PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan
ilmiah adalah pengetahuan yang diproses dengan metode ilmiah dan memenuhi
syarat-syarat keilmuan (Jujun, 2005). Sedangkan
menurut Peursen, pengetahuan ilmiah ialah pengetahuan yang terorganisasi dengan
sistem dan metode berusaha mencari hubungan-hubungan tetap diantara
gejala-gejala (Bakker,1990). Piaget juga mendefenisikan pengetahuan ilmiah
sebagai hasil penyesuaian terhadap kenyataan, yang menggambarkan latar belakang
hayati maupun kejiwaan dari ilmu (Peursen, 2003).
Dari berbagai defenisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan hasil penyesuaian terhadap kenyataan yang diperoleh dengan
metode ilmiah dan memenuhi syarat-syarat keilmuan. Oleh karena itu, pengetahuan
ilmiah sering diistilahkan dengan ilmu.
Dalam kaitannya dengan pengetahuan dan metode ilmiah, Gie (1997) menyatakan
bahwa ilmu adalah kesatuan antara pengetahuan, aktivitas, dan metode. Ketiga
hal tersebut merupakan kesatuan logis yang harus ada secara berurutan. Ilmi
harus diusahakan dengan aktivitas, aktivitas harus dilaksanakan dengan metode
tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang
sistematis. Kesatuan dan interaksi di antara aktivitas, metode, dan pengetahuan
menyusun suatu ilmu.
Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan
kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Sesuatu yang ilmiah itu
mempunyai sifat tidak absolut. Kebenaran ilmiahnya
terbatas hingga sesuatu yang ilmiah dapat disangkal atau disanggah dan
diperbaiki.
Ginzburg berpendapat bahwa ilmu dalam pengertiannya sebagai pengetahuan
merupakan suatu sistem pengetahuan sebagai dasar teoritis untuk tindakan praktis. Sedangkan Nagel menyatakan ilmu adalah suatu
sistem penjelasan mengenai saling hubungan diantara peristiwa yang terjadi.
Dengan demikian, ilmu sebagai sekumpulan pengetahuan sistematik terdiri dari
komponen-komponen yang saling berkaitan atau dikoordinasikan agar dapat menjadi
dasar teoritis atau memberi penjelasan yang termaksud. Saling keterkaitan
diantara segenap komponen itu merupakan struktur dari pengetahuan ilmiah (Gie,
1997).
Menurut Gie (1997), sistem pengetahuan ilmiah mencakup lima kelompok unsur,
yaitu sebagai berikut :
a. Jenis-jenis sasaran
Setiap cabang ilmu khusus mempunyai sasaran atau objek sebenarnya (proper
object) yang dapat dibedakan menjadi objek material dan objek formal. Objek
material adalah fenomena di dunia ini yang ditelaah oleh ilmu, sedangkan objek
formal adalah pusat perhatian dalam penelaahan ilmuwan terhadap pengetahuan
tersebut. Suteja (2010) berpendapat, objek material (material object) ilmu pengetahuan ialah seluruh lapangan
bahasan yang dijadikan objek penyelidikan ilmu pengetahuan.
Sedangkan objek formal ilmu
pengetahuan ialah objek material yang menjadi fokus status ilmu, sehingga yang
membedakan ilmu pengetahuan yang satu dan yang lainnya adalah jika ilmu
pengetahuan mempunyai objek material yang sama. Apabila kebetulan objek
materianya sama maka yang membedakan adalah objek formalnya, yaitu sudut pandang
tertentu yang menentukan macam atau jenis ilmu pengetahuan.
Penggabungan antara objek material
dan objek formal merupakan pokok soal tertentu yang dibahas dalam
pengetahuan ilmiah yang merupakan objek yang sebenarnya dari cabang ilmu yang
bersangkutan.
b. Bentuk-bentuk pernyataan
Suatu
fenomena sebagaimana ditentukan oleh pusat perhatian ilmuwan menjadi objek
sebenarnya dari suatu cabang ilmu. Berbagai keterangan mengenai objek
sebenarnya itu dituangkan dalam pernyataan-pernyataan. Kumpulan pernyataan yang
memuat pengetahuan ilmiah dapat mempunyai empat bentuk.
1).
Deskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan
bercorak dekripsif dengan memberikan pemerian mengenai bentuk, susunan,
peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena bersangkutan. Bentuk ini
umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus yang terutama bercorak
deskriptif, misalnya anatomi dan geografi.
2).
Preskripsi
Ini merupakan kumpulan pernyataan
bercocak preskriptif dengan memberikan petunjuk-petunjuk atau ketentuan-ketentuan
mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya
dengan objek sederhana itu.
3).
Eksposisi pola
Bentuk ini merangkum
pernyataan-pernyataan yang memaparkan pola-pola dalam sekumpulan sifat, ciri,
kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang diteliti.
4).
Rekonstruksi Historis
Bentuk ini merangkum
pernyataan-pernyataan yang berusaha menggambarkan atau menceritakan dengan
penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau
yang jauh lebih baik secara alamiah atau karena campur tangan manusia.
c. Ragam-ragam proposisi
Selain
preposisi, terdapat proposisi-proposisi yang dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Asas
Ilmiah
Suatu asas atau prinsip adalah
sebuah proposisi yang mengandung kebenaran umum berdasarkan fakta-fakta yang
telah diamati.
2.
Kaidah Ilmiah
Suatu kaidah atau hukum dalam
pengetahuan ilmiah adalah sebuah proposisi yang mengungkapkan hubungan tertib
yang dapat diperiksa kebenarannya diantara fenomena sehingga umumnya berlaku
pula untuk berbagai fenomena sejenis.
3. Teori
Ilmiah
Suatu teori dalam pengetahuan Ilmiah adalah sekumpulan
proposisi yang saling berkaitan secara logis untuk memberi penjelasan mengenai
sejumlah fenomena. Menurut Fred Kerlinger, tujuan akhir dari
ilmu ialah mencapai teori yang tidak lain adalah penjelasan-penjelasan terhadap
fenomena alamiah. Teori berupa sekumpulan proposisi yang mencakup konsep-konsep
tertentu yang saling berhubungan. Saling hubungan di antara konsep-konsepitu
menyajikan suatu pandangan yang sistematik tentang fenomena yang bersangkutan
sehingga dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena itu. Lachman menyatakan bahwa
teori mempunyai peranan atau kegunaan sebagai berikut :
a)
Membantu
mensistematiskan dan menyusun data maupun pemikiran mengenai data sehingga
tercapai pertalian yang logis diantara aneka data itu yang semula kacau balau.
Jadi teori berfungsi sebagai kerangka pedoman, bagan sistematisasi, atau sistem
acuan.
b)
Memberikan
suatu skema atau rencana sementara mengenai medan yang semula belum dipetakan
sehingga terdapat suatu orientasi.
c)
Menunjukkan
atau menyarankan arah-arah untuk penyelidikan lebih lanjut.
Dalam
menerangkan fenomena-fenomena, sebuah teori mungkin mengacu pada suatu kaidah
umum, dalam arti keteraturan atau pada beberapa kaidah seperti itu.
Kaidah-kaidah itu mungkin sudah ditemukan sebelumnya, dan teori itu hanya
mengacu pada kaidah-kaidah itu sebagai diketahui; atau teori dapat terdiri dari
saran bahwa kaidah umum yang sebelumnya tersembunyi menerangkan kejadian yang
bersangkutan. Dalam hal terakhir ini, kaidah yang disarankan mungkin perlu
penguatan lebih lanjut. Teori-teori baru kerap kali menggabungkan referensi
kepada kaidah yang telah lama mapan dengan saran suatu kaidah baru.
Oleh karena
itu, sebuah teori tidak pernah merupakan sebuah kaidah; teori mengacu kepada
kaidah-kaidah dan mungkin menyarankan eksistensi kaidah-kaidah tambahan, tetapi
teori sendiri bukan kaidah. Sebaliknya sebuah kaidah bukanlah teori. Kaidah
lebih tepat adalah sebuah fakta.
d. Ciri-ciri fisik
Ciri
fisik/pokok dari suatu ilmu berupa ciri sistematisasi, yang selanjutnya
dilengkapi ciri fisik lainnya berupa ciri keumuman (generality), rasionalitas, obyektivitas, kemampuan diperiksa
kebenarannya (verifiability), dan
kemampuan menjadi milik umum (comunality).
Struktur Pengetahuan
Ilmiah Menurut Jujun (2005) dalam bukunya Filsafat Ilmu, yaitu :
1. Asumsi
Asumsi adalah sesuatu yang dianggap sudah benar, tetapi perlu didampingi
dengan fakta empiris.
2. Hipotesa
Hipotesa merupakan suatu perkiraan awal yang belum diuji. Biasanya hipotesa
diambil berdasarkan teori-teori umum yang mendukung.
3. Prinsip
Prinsip adalah sesuatu yang mendasari sesuatu yang lain.
4. Teori
Teori adalah suatu penjelasan yang menjelaskan tentang sesuatu. Akan tetapi
teori masih dapat disanggah atau disangkal.
5. Hukum
Hukum adalah teori yang sudah tidak dapat disanggah atau disangkal lagi.
Akan tetapi, apabila terdapat suatu teori yang lebih umum daripada hukum
tersebut, maka hukum tersebut tidak benar lagi dan digantikan oleh teori yang
baru tersebut.
6. Aksioma/postulat
Postulat atau aksioma merupakan suatu pernyataan yang sudah tidak perlu
dibuktikan lagi. (dianggap sudah benar).
BAB III
KOMENTAR
A.
Komentar
Pengetahuan yang diproses
berdasarkan metode ilmiah merupakan pengetahuan yang "memenuhi
syarat-syarat keilmuan", dan dengan demikian dapat disebut pengetahuan
ilmiah atau ilmu. Pengetahuan ilmiah ini diproses melalui
serangkaian langkah-langkah tertentu yang dilakukan dengan penuh kedisiplinan,
dan dari karakter inilah maka ilmu sering dikonotasikan sebagai disiplin.
Disiplin inilah yang memungkinkan ilmu berkembang relatif lebih cepat bila dibandingkan
dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Ilmu dapat diibaratkan sebagai
"piramida terbalik" dengan perkembangan pengetahuannya yang bersifat kumulatif,
dimana penemuan pengetahuan ilmiah yang satu memungkinkan penemuan
pengetahuan-pengetahuan ilmiah yang lainnya.
Pada dasarnya, ilmu dibangun secara
"bertahap" dan sedikit demi sedikit", dimana para ilmuwan
memberikan sumbangannya menurut kemampuannya masing-masing. Ilmu, pada dasarnya
merupakan "kumpulan pengetahuan" yang bersifat menjelaskan berbagai gejala
alam yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai
gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada.
Sekiranya kita mengetahui bahwa
banjir disebabkan karena hutan yang ditebang sampai gundul, misal;nya,
maka penjelasan semacam ini akan memungkinkan kita melakukan upaya untuk
mencegah timbulnya banjir. Penjelasan keilmuan memungkinkan kita untuk
meramalkan apa yang akan terjadi, dan berdasarkan ramalan tersebut, kita bisa
melakukan upaya untuk mengontrol agar ramalan tersebut menjadi kenyataan atau
tidak.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa:
1.
Pengetahuan
memungkin untuk diperoleh melalui proses pengalaman, nalar, otoritas, intuisi,
wahyu, dan karena adanya sebuah keyakinan.
2.
Ada beberapa
teori yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan kebenaran pengetahuan yang
benar, yaitu teori koherensi, teori korespondensi, dan teori pragmatis.
3.
Struktur
dalam pengetahuan ilmiah meliputi asumsi, hipotesa, prinsip, teori, hukum, dan
aksioma/postulat.
B. Saran
Dalam penulisan
makalah ini saya menyadari banyak sekali kekurangan dan kesalahan, oleh karena
itu saya menghargai keritik dan saran pembaca untuk membangun dan memotivasi
saya kedepan-nya untuk dapat membuat karya ilmiah dengan baik dan benar
terimakasih Wassalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Hum, D. S. (2012). Filsafat Ilmu. Dalam Konsep, sejarah, dan
pengembangan metode ilmiah (hal. 283). Yogyakarta: CAPS.