CERMIN....
BERCERMIN
DIRI
Sahabatku,
Dalam
keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak
pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh
bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu
menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih
karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak
ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.
Hanya
saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita
tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena
itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita
amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita
pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.
Sahabatku,
Mulailah
amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan
bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam
terbakar dalam bara jahannam?"
Lalu
tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat
menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap
keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih
Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai,
meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan
menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"
Lalu
tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat
menyebut kalimat thayibah, 'laaillaahaillallaah', ataukah akan menjadi mulut
berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir
menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan
nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang
terluka dengan mulut kita ini!"
"Wahai
mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan.
Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris
tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau
ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa
jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau
syahdu memohon agar Allah mengampunimu?"
Sahabatku,
Tataplah
diri kita dan tanyalah, "Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa
saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah
engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah
engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!"
"Wahai
tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita,
bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih
di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?"
"Wahai
tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang
yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah
yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang
engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang
engkau rampas?"
"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah
tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di
tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok?
Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?"
Sahabatku,
Ingatlah
amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan,
berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini?
Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang
yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera
rendah hawa nafsumu"
"Apakah
engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah
shalatmu, zikirmu, do’amu, ...ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai
tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!"
Sungguh
betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa
aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng,
hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!
Sahabat-sahabat
sekalian,
Sesunguhnya
saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi
diri ini.***