Minggu, 13 April 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata Syi’ah
berarti “pengikut” atau “penolong” dan kata musyaaya’ah
sepadan dengan kata musaasharah. Istilah
ini dipungut dari peristiwa masa lalu yaitu khalifah ketiga, Ustman bin Affan
terbunuh, yang mengakibatkan kaum muslimin terbagi menjadi dua golongan.
Sebagai besar menjadi syi’ah (pengikut) Ali dan sebagian kecil menjadi syi’ah
muawiyah.
Seiring dengn
berjalannya waktu dan perkembangan zaman istilah syi’ah lebih lebih dinisbatkan
kepada kelompok pengikut Ali bin Abi thalib, dan pemihakan kepada Ali berubah
menjadi berubah menjadi pengutamaan Ali dan para cucunya. Sehingga lambat laun
tumbuh keyakinan bahwa khalifah dan kepemimpinan ummat adalah hak mutlak bagi
Ali dan keturunannnya.
Sejarah
Islam mencatat bahwa hingga saat ini terdapat dua macam aliran besar dalam
Islam. Keduanya adalah Ahlussunnah (Sunni) dan Syi’ah. Tak dapat dipungkiri
pula, bahwa dua aliran besar teologi ini kerap kali terlibat konflik kekerasan
satu sama lain, sebagaimana yang kini bisa kita saksikan di negara-negara
seperti Irak dan Lebanon. Terlepas dari hubungan antara keduanya yang kerap
kali tidak harmonis, Syi’ah sebagai sebuah mazhab teologi menarik untuk
dibahas. Diskursus mengenai Syi’ah telah banyak dituangkan dalam berbagai
kesempatan dan sarana. Tak terkecuali dalam makalah kali ini. Dalam makalah ini
kami akan membahas pengertian, sejarah, tokoh, ajaran, dan sekte Syi’ah. Semoga
karya sederhana ini dapat memberikan gambaran yang utuh, obyektif, dan valid
mengenai Syi’ah, yang pada gilirannya dapat memperkaya wawasan kita sebagai
seorang Muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Kemunculan Syi’ah
Secara fisik, sulit dibedakan antara
penganut Islam dengan Syi’ah. Akan tetapi jika diteliti lebih dalam terutama
dari sisi akidah, perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga
tidak mungkin disatukan. Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela
dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang berkumpul
diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya Azhari dan Taajul
Arus, 5/405, karya Az-Zabidi). Adapun menurut terminologi syariat, syiah
bermakna mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib lebih utama dari
seluruh sahabat dan lebih berhak untuk menjadi khalifah kaum muslimin, begitu
pula sepeninggal beliau (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya
Ibnu Hazm).
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan
khalifah Utsman bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, Umar, masa-masa
awal kekhalifahan Utsman yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya, Umat
islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir kekhalifahan Utsman
terjadilah berbagai peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahana,
muncullah kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh Utsman,
sehingga setelah itu umat islam pun berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali juga muncul
golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman mereka, mereka tidak
menampakkannya kepada Ali dan para pengikutnya.
Saat itu
mereka terbagi menjadi tiga golongan.
- Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas ia mengatakan, “Suatu ketika Ali memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan memenggal batang leher mereka, karena Nabi bersabda:
من بدل دينه فاقتلوه
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah ia“
- Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda (Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar, maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri
- Golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda,
خير هذه الأمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر
“Sebaik-baik
umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam
Bukhari dalam kitab shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya
kepada ayahnya, siapakah manusa terbaik setelah Rasulullah, ia menjawab Abu
Bakar, kemudian siapa? dijawabnya, Umar.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah
menjadi lima sekte yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah),
Zaidiyyah, Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian
banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling
penting untuk diangkat adalah sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu
hingga saat ini senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum
muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha menyebarkan berbagai
macam kesesatannya, terlebih setelah berdirinya negara syiah, Iran yang
menggulingkan rezim Syah Reza Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna
meninggalkan, sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang menolak
kepemimpinan abu bakar dan umar, berlepas diri dari keduanya, mencela lagi
menghina para sahabat nabi. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah
bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab, “Mereka
adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.” (ash-Sharimul Maslul
‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah). Sebutan
“Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abu
Thalib dan para pengikutnya ketika memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik
bin Marwan di tahun 121 H. (Badzlul Majhud, 1/86). Syaikh Abul Hasan
al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali muncul di Kufah, di tengah-tengah
para pengikut yang membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan
terhadap Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya mereka
(para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun mengatakan kepada mereka:
رَفَضْتُمُوْنِي؟
“Kalian
tinggalkan aku?”
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka
dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.”
(Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36). Pencetus paham
syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman (Shan’a) yang bernama
Abdullah bin saba’ al-himyari, yang menampakkan keislaman di masa kekhalifahan
Utsman bin Affan. Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara
terang-terangan, ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa kepemimpinan
(imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib
karena petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan
mereka). Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman telah
mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa, 4/435, Abdullah bin
Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan Ali, dengan suatu slogan
bahwa Ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang
ma’shum (terjaga dari segala dosa). Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari
waktu ke waktu, sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang
mengetahui sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar mereka
yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan diri. Abdullah bin
Saba’, sang pendiri agama Syi’ah ini, adalah
seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di tengah-tengah
umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak tatanan agama dan masyarakat
muslim.
Awal kemunculannya adalah akhir masa
kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Kemudian berlanjut di masa
kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat
amar ma’ruf nahi mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas
berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang ia tebarkan di
tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun dilakukannya untuk
menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan. Akibatnya, sang Khalifah terbunuh
dalam keadaan terzalimi. Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat
pun terjadi. (Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
8/479, Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab
At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)
Rafidhah
pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah. Karena tidak semua Syi’ah
membenci Abu Bakr dan ‘Umar sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah, sekte syiah
yang paling ringan kesalahannya.
(http://muslim.or.id/manhaj/sejarah-kemunculan-syi.html).
B. Ciri-ciri Kaum Syi’ah
Penganut
Syiah di Indonesia selalu bersembunyi dalam segala hal, terutama mereka
mendakwa bahawa Syiah merupakan bahagian mazhab dalam Islam. Padahal sebenarnya
tidak. Dalam istilah Syiah, hal itu disebut "Taqiyah". Namun
sebenarnya ada beberapa yang boleh kita perhatikan dari penganut Syiah dari ciri-cirinya yang berikut ini:
1)
Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang
dikenali umumnya songkok mereka seperti songkok orang arab hanya saja warnanya
hitam.
2) Tidak
solat Jumaat. Meskipun solat Jumaat bersama jamaah, tetapi dia langsung berdiri
setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan menyangka dia mengerjakan
solat sunat, padahal dia menyempurnakan solat Zuhur empat rakaat, kerana
pengikut Syiah tidak meyakini kesahihan solat Jumaat kecuali bersama Imam yang
ma'sum atau wakilnya.
3) Pengikut
Syiah juga tidak akan mengakhiri solatnya dengan mengucapkan salam yang
dikenali kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.
4) Pengikut
Syiah jarang solat jemaah kerana mereka tidak mengakui solat lima waktu, tapi
yang mereka yakini hanya tiga waktu sahaja.
5) Majoriti
pengikut Syiah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah iaitu batu / tanah yang
digunakan menempatkan kening ketika sujud apabila mereka solat tidak di dekat orang
lain.
6) Jika
anda perhatikan caranya berwuduk maka anda akan dapati bahawa wudhunya sangat
berlainan, tidak seperti yang dilakukan oleh kaum Muslimin.
7) Anda
tidak akan mendapati penganut Syiah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlussunnah.
8) Anda juga
akan melihat penganut Syiah banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan
dan Husein radhiyallahu anhum.
9) Mereka
juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Uthman,
majoriti sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.
10) Pada
bulan Ramadhan penganut Syiah tidak terus berbuka puasa setelah azan maghrib.
Dalam hal ini Syiah berkeyakinan seperti Yahudi iaitu berbuka puasa jika
bintang-bintang sudah kelihatan di langit. Dengan kata lain mereka berbuka
apabila benar-benar sudah masuk waktu malam. Mereka juga tidak solat terawih
bersama kaum Muslimin, kerana menganggapnya sebagai bid'ah.
11) Mereka
berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf
dengan jemaah lain, sementara itu mereka mendakwa tidak ada perselisihan antara
mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.
12) Anda
tidak akan melihat seorang penganut Syiah memegang dan membaca Al-Quran kecuali
jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah kerana Al-Qur'an yang benar
menurut mereka iaitu al-Quran yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu
kedatangannya.
13) Orang
Syiah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menunjukkan kesedihan di hari
tersebut.
14) Mereka
juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di
universiti atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi
keinginannya melakukan mut'ah dengan para wanita tersebut apabila nantinya
mereka menerima agama Syiah.
15) Orang-orang
Syiah tekun mendakwah orang-orang tua yang mempunyai anak perempuan dengan
harapan anak perempuannya juga turut menganut Syiah sehingga dengan selesa dia
boleh melakukan zina mut'ah dengan wanita tersebut baik dengan pengetahuan
ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima
agama Syiah, maka para pengikut Syiah yang lain automatik telah mendapatkan
anak gadisnya untuk dimut'ah. Tentunya setelah mereka berjaya meyakinkan
bolehnya mut'ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat
ini ada dalam diri para pemuda sehingga dengan mudah para pengikut Syiah
menjerat mereka bergabung dengan agama Syiah.
16) Mereka
mendakwa malaikat Jibrail tersalah menghantar wahyu kepada Nabi Muhammad SAW,
sepatutnya diutus kepada Saidina Ali.
17) Ulama
Syiah menghalalkan liwat kepada isteri, sedangkan liwat ini diharamkan oleh
Rasulullah SAW kepada kita.
18) Penganut
Syiah percaya bahawa para imam mereka adalah maksum iaitu bebas daripada dosa
dan kesalahan sehingga mengatasi Nabi. Mereka juga percaya kedudukan imam
mereka adalah lebih tinggi daripada para nabi.
19) Syiah
percaya Al-Quran yang wujud pada hari ini telah menyeleweng. Lalu, mereka telah
mencipta Al-Quran mereka sendiri yang dikenali sebagai "Mashaf
Fatimah" dan ia adalah 3 kali ganda banyaknya daripada Al-Quran yang kita
miliki.
20) Syiah
tidak mengiktiraf hadis-hadis Nabi yang diriwayatkan oleh kebanyakan para
sahabat. Syiah hanya menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh ahlul bait
atau kaum kerabat Nabi sahaja.
21) Penganut
Syiah mengamalkan taqiyyah atau berpura-pura. Ia bermaksud melakukan sesuatu
yang bersalahan dan berlainan daripada kepercayaan yang dianuti. Contohnya,
mereka menyembunyikan akidah Syiah mereka semasa berhubungan atau bersembahyang
di masjid bukan penganut Syiah.
22) Penganut
Syiah mengadakan upacara perkabungan ke atas kematian Saidina Husain pada Hari
Asyura Muharam dengan meratap dan menangis kesedihan dan memukul serta menyeksa
tubuh badan sehingga cedera.
23) Penganut
Syiah mengamalkan nikah Mutaah atau nikah kontrak. Ia bermaksud berkahwin
dengan seorang wanita tanpa saksi dan tanggungjawab nafkah dalam tempoh yang
singkat sahaja.
24) Penganut
Syiah sujud di atas batu atau tanah Karbala yang dibawa mereka ketika solat.
Mereka menganggap wujudnya keberkatan daripada batu tersebut dengan menciumnya
ataupun memakannya sebagai penawar menyembuhkan penyakit. Batu itu adalah
cebisan tanah yang diambil dari perkuburan Saidina Husain di Karbala.
25) Penganut
Syiah tidak mengerjakan solat Jumaat dengan alasan solat Jumaat hanya wajib
ketika wujud atau hadirnya Imam Mahdi.
26) Penganut
Syiah mengamalkan jamak solat fardhu iaitu Zohor dan Asar, Maghrib dan Isyak
sama ada ketika musafir atau tidak. Maksudnya jika umat Islam yang lain
(Sunnah) mengerjakan solat 5 waktu sehari semalam, tetapi Syiah hanya melakukan
3 waktu solat sahaja.
27) Syiah
mengkafirkan para sahabat Nabi terutamanya 3 Khalifah Al-Rasyidin iaitu Saidina
Abu Bakar, Saidina Umar dan Saidina Uthman. Mereka mengagung-agungkan Saidina
Ali sehingga tahap menyamakannya dengan Tuhan.
28) Penganut
Syiah menganggap bunyi kilat atau guruh adalah suara Saidina Ali.
29) Syiah
menganggap penganut Sunnah sebagai najis dan darah serta harta benda mereka
adalah halal. Syiah turut menganggap puak Sunnah lebih hina dari penganut
Yahudi dan Kristian.
30) Penganut
Syiah diharamkan melakukan jihad sehingga munculnya Imam Mahdi.
31) Syiah
telah banyak melakukan pengkhianatan terhadap pemerintah atau negara Islam yang
diketuai oleh penganut Sunnah. Contohnya ketika Perang Salib, kerajaan Fatimiyah
di Mesir (Syiah) telah bekerjasama dengan Kristian untuk menentang orang Islam
(Sunnah). Syiah juga telah merancang membunuh Sultan Salehuddin Al-Ayubi,
membantu tentera Amerika semasa menyerang Iraq pada tahun 2003 dan sebagainya.
Banyak lagi contoh pengkhianatan yang dilakukan oleh Syiah yang didasarkan oleh
rasa kebencian yang teramat sangat terhadap Ahli Sunnah Wal Jamaah.
Kesimpulannya,
ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang kami sebutkan di atas masih banyak
ciri-ciri yang lain sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menjelaskan semuanya
di sini. Namun cara yang paling praktikal ialah dengan memerhatikan raut wajah.
Wajah mereka merah padam jika anda mencela Khomeini dan Sistani, tapi bila anda
mengutuk Abu Bakar, Umar, Usman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat yang
lain radhiyallahu anhum tidak ada sedikit pun tanda-tanda kebimbangan di
wajahnya.
(http://www.voa-islam.com/read/citizens-jurnalism/2013/12/12/28099/mengungkap-15-ciri-pengikut-syiah-di-indonesia/#sthash.Y40TIocw.NAonsmcY.dpbs).
C. Cara Beribadah Kaum Syi’ah
Adzan
dan shalat merupakan dua ibadah yang agung. Shalat merupakan rukun Islam yang
kedua. Shalat merupakan pembeda antara keimanan dan kekafiran. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan
kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka
ia kafir.“(HR Muslim no. 978). Beliau juga menjelaskan parameter
baiknya amalan seseorang itu dengan shalat,
“Amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika buruk maka buruklah seluruh amalannya.” (HR. Thabraani)
“Amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah shalat. Jika shalatnya baik maka baiklah seluruh amalannya dan jika buruk maka buruklah seluruh amalannya.” (HR. Thabraani)
Oleh
karena itu, menunaikan shalat secara baik dan berkualitas harus menjadi
perhatian bagi kaum muslimin. Baik dan berkualitas di sini maksudnya adalah
sejauh mana shalat tersebut menyontoh tata cara shalat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam; baik kekhusyuannya, gerak-geriknya, bacaannya,
waktunya, dsb.
“Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Al-Bukhari
no.628, 7246 dan Muslim no.1533)
Demikian
juga dengan adzan, adzan juga merupakan syiar Islam yang agung, tidak sedikit
orang-orang kafir yang tertarik dan bergetar hatinya ketika mendengar seruan
adzan kemudian memeluk Islam. Rangkaian kalimat adzan bukanlah sesuatu yang
tidak memiliki makna, ia merupakan cerminan akidah seseorang, yang ia yakini
dan pegang teguh.
Setelah
mengetahui kedudukan adzan dan shalat dalam Islam, pada kesempatan kali ini
kami akan menunjukkan tata cara shalat orang-orang Syiah. Dengan mengetahui kalimat adzan dan
tata cara shalat mereka, kita akan melihat gambaran akidah mereka. Setelah
mengucapkan Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, adzan tersebut diikuti
dengan Asyhadu anna ‘Aliyan
Waliyullah
Aku bersaksi
bahwasanya Ali adalah wali Allah
Kemudian
dilanjutkan Asyhadu anna Aliyan
Amirol Mukminina wa Awladahu
Al Ma’shumina Hujajullah Aku
bersaksi bahwa Ali pemimpin orang-orang beriman dan anak-anaknya yang makshum
(para imam Syiah pen.) adalah hujah-hujah Allah.
Inilah
gambaran tentang keyakinan Syiah yang sangat jauh berbeda dengan
Ahlussunnah. Ahlussunnah mengagungkan Ali bin Abi Thalib, beliau memiliki
banyak keutamaan yakni sebagai; sahabat nabi, ahlul baitnya, orang yang
pertama-tama masuk Islam, dll. Namun Ahlussunnah tidak mengatakan beliau dan
keturunannya makshum, terjaga dari kesalahan dan dosa. Orang-orang Syiah
menjadikan persaksian ini sebagai ushul (pokok) agama.
Kemudian
pula ada tambahan Hayya ‘ala Khoiril ‘amal,
artinya marilah berbuat sebaik-baik amal perbuatan. Khoiril ‘amal di sini bukanlah sebagai
penguat untuk mengajak orang-orang shalat, di antara orang-orang Syiah
menjelaskan bahwa sebaik-baik amalan adalah menaati Fathimah dan keturunannya
yang suci.
“Di
Syiah sholatnya berbeda. Yakni, sholat Dzuhur dan Ashar digabung jadi satu.
Kemudian juga dengan sholat Maghrib dan Isyak. Tak hanya itu, di aliran Syiah
Jum’atan tidak wajib. Jika sudah sholat Dzuhur tidak perlu sholat Jum’at.
Syi’ah sholat tidak menghadap qiblat dan di setiap sujud dahinya tidak
menyentuh bumi tapi di ganjal dengan sejenis batu atau yang lain yang
dihasilkan dari bumi. Perbedaan itulah yang tidak bisa ketemu dengan umat Islam
pada umumnya.
D. Tokoh-tokoh dalam golongan
Syi’ah
Dalam
pertimbangan Syi’ah, selain terdapat tokoh-tokoh populer seperti ‘Ali bin Abi
Thalib, Hasan bin ‘Ali, Husain bin ‘Ali, terdapat pula dua tokoh Ahlulbait yang
mempunyai pengaruh dan andil yang besar dalam pengembangan paham Syi’ah, yaitu
Zaid bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin dan Ja’far al-Shadiq. Kedua tokoh ini
dikenal sebagai orang-orang besar pada zamannya. Pemikiran Ja’far al-Shadiq
bahkan dianggap sebagai cikal bakal ilmu fiqh dan ushul fiqh, karena keempat
tokoh utama fiqh Islam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan
Imam Ahmad bin Hanbal, secara langsung atau tidak langsung pernah menimba ilmu
darinya. Oleh karena itu, tidak heran bila kemudian Syaikh Mahmud Syaltut,
mantan Rektor Universitas al-Azhar, Mesir, mengeluarkan fatwa yang
kontroversial di kalangan pengikut Sunnah (Ahlussunnah—pen.). Mahmud
Syaltut memfatwakan bolehnya setiap orang menganut fiqh Zaidi atau fiqh Ja’fari
Itsna ‘Asyariyah.
Adapun Zaid
bin ‘Ali bin Husain Zainal ‘Abidin terkenal ahli di bidang tafsir dan fiqh.
Pada usia yang relatif muda, Zaid bin ‘Ali telah dikenal sebagai salah seorang
tokoh Ahlulbait yang menonjol. Salah satu karya yang ia hasilkan adalah kitab al-Majmû’
(Himpunan/Kumpulan) dalam bidang fiqh. Juga karya lainnya mengenai tafsir,
fiqh, imamah, dan haji.
Selain dua
tokoh di atas, terdapat pula beberapa tokoh Syi’ah, di antaranya:
1)
Nashr bin
Muhazim
2)
Ahmad bin
Muhammad bin ‘Isa al-Asy’ari
3) Ahmad bin Abi ‘Abdillah al-Barqi
4)
Ibrahim bin
Hilal al-Tsaqafi
5)
Muhammad
bin Hasan bin Furukh al-Shaffar
6)
Muhammad
bin Mas’ud al-‘Ayasyi al-Samarqandi
7) Ali bin Babawaeh al-Qomi
8) Syaikhul Masyayikh, Muhammad al-Kulaini
9) Ibn ‘Aqil al-‘Ummani
10) Muhammad
bin Hamam al-Iskafi
11) Muhammad
bin ‘Umar al-Kasyi
12) Ibn Qawlawaeh al-Qomi
13) Ayatullah
Ruhullah Khomeini
14)
Al-‘Allamah
Sayyid Muhammad Husain al-Thabathaba’i
15) Sayyid Husseyn Fadhlullah
16) Murtadha Muthahhari
17) ‘Ali Syari’ati
18) Jalaluddin Rakhmat
19)
Hasan Abu
Ammar
E. Perbedaan
Ahlussunnah Dan Syi’ah
Banyak
orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah
Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab
Syafi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya
dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar
perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka
berharap, apabila antara NU dengan Muhammadiyah sekarang bisa diadakan
pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan
Sunni tidak dilakukan?.
Oleh
karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi
penonton dan tidak ikut berkiprah. Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak
lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah(Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas
pada apa yang mereka ketahui. Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada
mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya. Sedangkan
apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering
berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab
Maliki dengan Madzhab Syafi’i. Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan
Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara
Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah),
Sangat jauh berbeda, maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga
dalam Ushuul. Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya
juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai
pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda
dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah). Apabila ada dari ulama mereka yang
pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan
ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan. Sehingga tepatlah apabila
ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna
Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.
Melihat
pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari
perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
1. Rukun
Islam Rukun Islam Ahlussunnah kita ada 5:
Syahadatain
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Rukun
Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:
As-Sholah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Al wilayah
As-Shoum
Az-Zakah
Al-Haj
Al wilayah
2. Rukun
Iman Rukun Iman Ahlussunnah ada enam:
Iman kepada Allah
Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
Iman kepada Kitab-kitab Nya
Iman kepada Rasul Nya
Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat Iman kepada
Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Rukun
Iman Syiah ada 5 :
At-Tauhid
An Nubuwwah
Al Imamah
Al Adlu
Al Ma’ad
3.
Syahadat
Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada,
yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.
Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat,
disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan
Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.
4.
Imamah
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak
termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu
timbul imam-imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua
belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan
termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas
imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah
dianggap kafir dan akan masuk neraka.
5.
Khulafaur Rasyidin
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan
khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman,
d) Ali radhiallahu anhum
Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah
pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan
Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui
kekhalifahan mereka).
6.
Kemaksuman Para Imam
Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah
manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat
salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
Sedangkan kalangan
syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai
sifat maksum dan bebas dari dosa.
7. Para
Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat.
Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa,
bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka
menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat
membai’at Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.
8.
Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat
dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul
Mu’minin. Syiah melaknat dan mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan
mengkafirkan beliau.
9.
Kitab-kitab hadits
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan
rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan
Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab
tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a)
Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att
Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut
diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).
10.
Al-Quran
Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil
dan tidak pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran
yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat
(dikurangi dan ditambah).
11.
Surga
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat
kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang
tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan
bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat
kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam
Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.
12.
Raj’ah
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran
Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan
hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana
diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari
persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah,
Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya
bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah.
Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya
diulang-ulang sampai ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka
kepada Ahlul Bait.
Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang
berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa
keadilan dan kedamaian.
13.
Mut’ah
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan
zina dan hukumnya haram. Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya
halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para
pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah
Ali bin Abi Thalib.
14.
Khamer
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah.
Menurut Syiah, khamer itu suci.
15. Air
Bekas Istinjak
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok)
dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada).
Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’
(cebok) dianggap suci dan mensucikan.
16.
Sendekap
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas
tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas
tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa
Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah
dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).
17. Amin
Sesudah Fatihah
Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam
shalat adalah sunnah. Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah
dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin
di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
Pertentangan
Aliran Sunni dan Syiah memang tidak bisa dipungkri. Dua aliran ini ibarat air
dan minyak yang tidak bisa bersatu. Bahkan, di negera Irak dan Iran pun kedua
aliran ini selalu bertentangan karena memiliki pengikut yang sama besar.
Menurut
Ketua MUI Jawa Timur KH Abdussomad Bukhori, jika sebuah negara terdapat dua
aliran ini dengan kekuatan yang sama, maka negera tersebut tidak akan tentram.
“Sunni dan Syiah memang tidak bisa ketemu. Rukun Imannya saja berbeda,” kata
Abdussomad, Sabtu (31/12/2011). Dia menjelaskan, selain itu ada beberapa
perbedaan yang menonjol aliran Syiah dengan umat Islam pada umumnya. Seperti
adzan saja berbeda. Di Syiah, lantunan adzan diubah ada tambahan dua bait.
Kemudian dari ibadah sholatnya.“Di Syiah sholatnya berbeda. Yakni, sholat
Dzuhur dan Ashar digabung jadi satu. Kemudian juga dengan sholat Maghrib dan
Isyak. Tak hanya itu, di aliran Syiah Jum’atan tidak wajib. Jika sudah sholat
Dzuhur tidak perlu sholat Jum’at. Perbedaan itulah yang tidak bisa ketemu dengan
umat Islam pada umumnya,” jelasnya.
Tak
hanya itu, Nikah Mut’ah (kawin kontrak) juga diperbolehkan di Aliran Syiah.
Selain itu, kalangan Syiah sering mencaci maki sahabat Nabi seperti Abu Bakar,
Umar bin Khotob, Usman bin Affan karena dianggap telah merampas jabatan Nabi.
Abdussomad juga mengatakan, di aliran Syiah ini memang terbagi menjadi beberapa
sekte. Yang intinya ada Sekte Syiah sestrem dan lunak. “Walau pun sekte yang
lunak ini ajarannya tetap bertentangan dengan umumnya umat Islam,” tandasnya.
Demikian
telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan
aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca
dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca
yang mengambil keputusan (sikap). Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga
Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya
yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat
memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’
(cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).
F. Ajaran-ajaran Syi’ah
Ajaran-ajaran
yang dibawa oleh golongan Syi’ah terdapat 11 ajaran antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
Ahlulbait
Secara
harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah
Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi
Muhammad saw. Ada tiga bentuk pengertian Ahlulbait. Pertama, mencakup
istri-istri Nabi Muhammad saw dan seluruh Bani Hasyim. Kedua, hanya Bani
Hasyim. Ketiga, terbatas hanya pada Nabi sendiri, ‘Ali, Fathimah, Hasan,
Husain, dan imam-imam dari keturunan ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam Syi’ah bentuk
terakhirlah yang lebih popular.
2.
Al-Badâ’
Dari segi
bahasa, badâ’ berarti tampak. Doktrin al-badâ’ adalah keyakinan
bahwa Allah swt mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah
ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru. Menurut Syi’ah, perubahan
keputusan Allah itu bukan karena Allah baru mengetahui suatu maslahat, yang
sebelumnya tidak diketahui oleh-Nya (seperti yang sering dianggap oleh berbagai
pihak). Dalam Syi’ah keyakinan semacam ini termasuk kufur. Imam Ja’far
al-Shadiq menyatakan, “Barangsiapa yang mengatakan Allah swt baru mengetahui
sesuatu yang tidak diketahui-Nya, dan karenanya Ia menyesal, maka orang itu
bagi kami telah kafir kepada Allah swt.” Menurut Syi’ah, perubahan itu
karena adanya maslahat tertentu yang menyebabkan Allah swt memutuskan suatu
perkara sesuai dengan situasi dan kondisi pada zamannya. Misalnya, keputusan
Allah mengganti Isma’il as dengan domba, padahal sebelumnya Ia memerintahkan
Nabi Ibrahim as untuk menyembelih Isma’il as
3.
Asyura
Asyura berasal
dari kata ‘asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari
kesepuluh dalam bulan Muharram yang diperingati kaum Syi’ah sebagai hari
berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husain bin ‘Ali dan keluarganya
di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di
Karbala, Irak. Pada upacara peringatan asyura tersebut, selain mengenang
perjuangan Husain bin ‘Ali dalam menegakkan kebenaran, orang-orang Syi’ah juga
membaca salawat bagi Nabi saw dan keluarganya, mengutuk pelaku pembunuhan terhadap
Husain dan keluarganya, serta memperagakan berbagai aksi (seperti memukul-mukul
dada dan mengusung-usung peti mayat) sebagai lambang kesedihan terhadap
wafatnya Husain bin ‘Ali. Di Indonesia, upacara asyura juga dilakukan di
berbagai daerah seperti di Bengkulu dan Padang Pariaman, Sumatera Barat, dalam
bentuk arak-arakan tabut.
4.
Imamah
(kepemimpinan)
Imamah adalah
keyakinan bahwa setelah Nabi saw wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang
melanjutkan misi atau risalah Nabi. Atau, dalam pengertian Ali Syari’ati,
adalah kepemimpinan progresif dan revolusioner yang bertentangan dengan
rezim-rezim politik lainnya guna membimbing manusia serta membangun masyarakat
di atas fondasi yang benar dan kuat, yang bakal mengarahkan menuju kesadaran, pertumbuhan,
dan kemandirian dalam mengambil keputusan. Dalam Syi’ah, kepemimpinan itu
mencakup persoalan-persoalan keagamaan dan kemasyarakatan. Imam bagi mereka
adalah pemimpin agama sekaligus pemimpin masyarakat. Pada umumnya, dalam
Syi’ah, kecuali Syi’ah Zaidiyah, penentuan imam bukan berdasarkan kesepakatan
atau pilihan umat, tetapi berdasarkan wasiat atau penunjukan oleh imam
sebelumnya atau oleh Rasulullah langsung, yang lazim disebut nash.
5.
‘Ishmah
Dari segi
bahasa, ‘ishmah adalah bentuk mashdar dari kata ‘ashama yang
berarti memelihara atau menjaga. ‘Ishmah ialah kepercayaan bahwa para
imam itu, termasuk Nabi Muhammad, telah dijamin oleh Allah dari segala bentuk
perbuatan salah atau lupa. Ali Syari’ati mendefinisikan ‘ishmah sebagai
prinsip yang menyatakan bahwa pemimpin suatu komunitas atau masyarakat yakni,
orang yang memegang kendali nasib di tangannya, orang yang diberi amanat
kepemimpinan oleh orang banyak—mestilah bebas dari kejahatan dan kelemahan.
6.
Mahdawiyah
Berasal
dari kata mahdi, yang berarti keyakinan akan datangnya seorang juru
selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi
ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi. Dalam Syi’ah, figur Imam Mahdi jelas
sekali. Ia adalah salah seorang dari imam-imam yang mereka yakini. Syi’ah Itsna
‘Asyariyah, misalnya, memiliki keyakinan bahwa Muhammad bin Hasan al-Askari
(Muhammad al-Muntazhar) adalah Imam Mahdi. Di samping itu, Imam Mahdi ini
diyakini masih hidup sampai sekarang, hanya saja manusia biasa tidak dapat
menjangkaunya, dan nanti di akhir zaman ia akan muncul kembali dengan membawa
keadilan bagi seluruh masyarakat dunia
7.
Marja’iyyah atau Wilâyah al-Faqîh
Kata marja’iyyah
berasal dari kata marja’ yang artinya tempat kembalinya sesuatu.
Sedangkan kata wilâyah al-faqîh terdiri dari dua kata: wilâyah
berarti kekuasaan atau kepemimpinan; dan faqîh berarti ahli fiqh atau
ahli hukum Islam. Wilâyah al-faqîh mempunyai arti kekuasaan atau
kepemimpinan para fuqaha.
8.
Raj’ah
Kata raj’ah
berasal dari kata raja’a yang artinya pulang atau kembali. Raj’ah adalah
keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah swt yang paling saleh
dan sejumlah hamba Allah yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan
Allah swt di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi. Sementara Syaikh
Abdul Mun’eim al-Nemr mendefinisikan raj’ah sebagai suatu prinsip atau
akidah Syi’ah, yang maksudnya ialah bahwa sebagian manusiaakan dihidupkan
kembali setelah mati karena itulah kehendak dan hikmat Allah, setelah itu
dimatikan kembali. Kemudian di hari kebangkitan kembali bersama makhluk lain
seluruhnya. Tujuan dari prinsip Syi’ah seperti ini adalah untuk memenuhi selera
dan keinginan memerintah. Lalu kemudian untuk membalas dendam kepada
orang-orang yang merebut kepemimpinan ‘Ali.
9.
Taqiyah
Dari segi
bahasa, taqiyah berasal dari kata taqiya atau ittaqâ yang
artinya takut. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga
keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya. Dalam
kehati-hatian ini terkandung sikap penyembunyian identitas dan
ketidakterusterangan. Perilaku taqiyah ini boleh dilakukan, bahkan
hukumnya wajib dan merupakan salah satu dasar mazhab Syi’ah.
10.
Tawassul
Tawassul adalah
memohon sesuatu kepada Allah dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang
Nabi, imam atau bahkan seorang wali suaya doanya tersebut cepat dikabulkan
Allah swt. Dalam Syi’ah, tawassul merupakan salah satu tradisi keagamaan
yang sulit dipisahkan. Dapat dikatakan bahwa hampir setiap doa mereka selalu
terselip unsur tawassul, tetapi biasanya tawassul dalam Syi’ah
terbatas pada pribadi Nabi saw atau imam-imam dari Ahlulbait. Dalam doa-doa
mereka selalu dijumpai ungkapan-ungkapan seperti “Yâ Fâthimah isyfa’î
‘indallâh” (wahai Fathimah, mohonkanlah syafaat bagiku kepada Allah).
11.
Tawallî dan tabarrî
Kata
tawallî berasal dari kata tawallâ fulânan yang artinya mengangkat
seseorang sebagai pemimpinnya. Adapun tabarrî berasal dari kata tabarra’a
‘an fulân yang artinya melepaskan diri atau menjauhkan diri dari seseorang.
Kedua sikap ini dianut pemeluk-pemeluk Syi’ah berdasarkan beberapa ayat dan
hadis yang mereka pahami sebagai perintah untuk tawallî kepada Ahlulbait
dan tabarrî dari musuh-musuhnya. Misalnya, hadis Nabi mengenai ‘Ali bin
Abi Thalib yang berbunyi: “Barangsiapa yang menganggap aku ini adalah
pemimpinnya maka hendaklah ia menjadikan ‘Ali sebagai pemimpinnya. Ya Allah
belalah orang yang membela Ali, binasakanlah orang yang menghina ‘Ali dan
lindungilah orang yang melindungi ‘Ali.” (H.R. Ahmad bin Hanbal).
M.Ag., Anwar, Rosihan, DR; M.Ag., Rozak, Abdul, Drs. 2010. Ilmu Kalam.
Bandung: CV Pustaka Setia.Abu Zahrah, Imam Muhammad. 1996. Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam. Jakarta: Logos Publishing House.
M.Pd.I., A. Nasir, K.H. Sahilun. 2010. Pemikiran Kalam(Teologi Islam). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Langganan:
Postingan (Atom)